Senin, 29 Juli 2013

Sinetron? Engga Deh!

Hobi saya adalah menonton TV, dan acara yang sering saya tonton adalah sinetron. Saya termasuk orang yang suka banget nonton sinetron. Tapi itu dulu. Sekarang, saya sudah males nonton sinetron. Menurut saya sih sinetron sudah tidak menarik lagi buat ditonton. Ini dia alasannya.
  1. Ditayangkan Striping
Jaman sekarang, hampir tidak ada sinetron yang hanya ditayangkan seminggu sekali. Kebanyakan ditayangkan full tujuh hari dalam seminggu, atau paling sedikit lima hari seminggu. It’s really boring! Membosankan! Setiap hari disuguhi pemain-pemain yang itu-itu saja dengan cerita yang begitu-begitu saja. Yang lebih parah, sudah striping, ada pula sinetron yang durasinya hingga berjam-jam. Sekali tayang, durasinya bisa dua, tiga, bahkan empat jam. Ckckck… Benar-benar bikin jenuh. Beda dari sinetron-sinetron jaman dulu yang kebanyakan ditayangkan seminggu sekali dengan durasi tidak lebih dari satu jam.
  1. Rating Nomor Satu, yang Lain Nomor Sekian
Saya pernah menjumpai beberapa sinetron yang penayangannya tidak jelas. Saya bilang tidak jelas karena sinetron-sinetron itu berumur sangat pendek karena di-cut begitu saja penayangannya tanpa ada ending-nya. Ada juga yang dipaksakan selesai dengan ending yang ngambang dan ala kadarnya. Tragisnya lagi, ada sinetron yang sudah diiklankan bakal ditayangkan (dengan embel-embel kata “segera” tentunya) tapi sinetronnya sama sekali tidak pernah muncul sampai sekarang. Ini sebenarnya produser niat engga sih bikin sinetron?? Di sisi lain beberapa sinetron ditayangkan dengan episode yang super banyak dan panjang. Tidak mengherankan jika lama-kelamaan jalan cerita sinetron yang kayak kereta ini kemudian melenceng dari jalurnya dan tidak relevan lagi dengan judulnya.
Ya, begitulah kalau produser sudah diatur oleh pasar dan rating. Apapun dilakukan untuk mengeruk untung sebanyak-banyaknya. Tidak peduli dengan perasaan penonton yang ingin tahu bagaimana ending sinetron yang di-cut itu dan tidak peduli lagi dengan isi cerita yang ngalor-ngidul tidak jelas alurnya mau bagaimana dan jumlah episodenya mau berapa. Jadi bisa saya simpulkan begini: sinetron bisa ditayangkan selama rating masih tinggi dan iklan masih banyak mengalir.
  1. Isi Cerita yang Kurang Menarik dan Mendidik
Cerita sinetron jaman sekarang cenderung datar dengan ending yang mudah ditebak (itu pun kalau sinetron itu kebagian dibuatkan ending). Jarang sekali muncul sinetron dengan twisted ending, dengan akhir cerita yang mengejutkan dan tidak diperkirakan sebelumnya oleh para penonton. Temanya pun masih itu-itu saja: percintaan, rebutan pacar atau harta, penindasan, dan pertikaian dua pihak. Ada juga yang temanya religi, tapi isinya tidak jauh-jauh beda dari sinetron bertema lain (katanya sudah naik haji berkali-kali, tapi kelakuannya masyaallah..). Karakter tokohnya juga begitu-begitu saja. Yang antagonis jahat dan liciknya ga ketulungan, sedangkan yang protagonis sabar(dan lemah)nya juga hebat banget. Model-model yang beginian memang disukai pemirsa kita. Dan otomatis, jika pemirsa suka, rating pasti akan ikut terdongkrak naik. Ya, ini memang masih ada hubungannya dengan rating. Soalnya mungkin memang cuma itu saja yang ada di benak produser sinetron.
  1. Keanehan pada Wardrobe dan Setting
Wardrobe
Saya menjumpai keanehan dalam penggunaan kostum di beberapa sinetron, terutama sinetron laga kolosal. Contohnya saja ada pendekar wanita dari daratan Sunda yang memakai baju kimono. Halo? Masa orang Sunda pake kimono? Ada juga pendekar dari Cina yang memakai cheongsam di bagian dalam, tapi memakai luaran (lagi-lagi) kimono plus membawa katana juga. Pak-bu tukang wardrobe, itu pendekar dari Cina, bukan Jepang.
Setting
Produser sepertinya tidak mau keluar banyak uang untuk shooting di lokasi yang berbeda untuk setiap bagian di sinetronnya. Banyak yang lokasinya ubek-ubek di satu lokasi shooting saja. Contohnya untuk adegan di rumah sakit tidak benar-benar mengambil gambar di rumah sakit, tapi tinggal memakai rumah biasa saja dengan menambahkan kursi tunggu dan dindingnya di tempeli tulisan yang berbau-bau rumah sakit. Jika butuh restoran, maka rumah tadi tinggal didekorasi ulang dengan diberi sejumlah kursi dan meja plus beberapa figuran yang sedang menikmati hidangan dan entah ngobrol apa di beberapa tempat. Rumah tadi bisa juga disulap menjadi toko buku, supermarket, dan lain-lainnya. Benar-benar menerapkan prinsip ekonomi ya. Untuk sinetron laga kadang lebih aneh lagi, katanya keraton Jawa, tapi setting-annya kayak istana jaman Romawi plus air mancur dan juga patung-patung cupid dan lain sebagainya yang bergaya Eropa. Haduh, haduh.
  1. Potong-tempel
Kadang saat seorang pemain sinetron tidak bisa melakukan take bersama lawan mainnya, hal ini disiasati dengan cara setiap pemain melakukan take dan dialog bagiannya sendiri-sendiri lalu kemudian ditayangkan seolah-olah mereka memang take secara bersamaan. Please deh! Ketahuan banget. Pemain-pemain yang take sendiri-sendiri itu tidak ditayangkan satu frame. Bahkan kadang latar waktunya jelas-jelas berbeda. Yang satunya malam hari, yang satunya lagi siang hari, tapi diceritakan seolah-olah mereka ada di tempat dan waktu yang sama. Ckckck… maksanya luar biasa.
Hal-hal di atas tadi lah yang membuat saya sudah tidak antusias lagi untuk menonton yang namanya sinetron. Kadang-kadang masih nonton juga sih, tapi itu karena saya mengalah pada orang rumah yang pada pengen nonton sinetron. Kalau boleh sih, saya ingin sinetron-sinetron yang tidak bermanfaat di stasiun-stasiun TV di negeri ini dihentikan saja penayangannya. Tapi itu sepertinya tidak mungkin ya, karena orang yang tidak suka sinetron seperti saya ini sepertinya cuma kaum minoritas.

Kamis, 18 Juli 2013

Kabur

Ini gila. Benar-benar gila. Aku memutuskan kabur saat acara pernikahanku akan segera dimulai. Yang lebih gilanya lagi, aku meninggalkankan calon suamiku yang seorang konglomerat itu hanya demi seorang guru honorer. Ah, cinta..

Gajian

Hari ini aku gajian. Seperti kebanyakan pegawai lain, aku merasa sangat gembira saat mendapati uang hasil kerja keras selama satu bulan kini berada di tangan. Tidak banyak memang, tapi semoga cukup untuk membantu membayar biaya rumah sakit ibu. Soal sepedaku yang rusak, pakaianku yang itu-itu saja, tasku yang jebol, dan sepatuku yang bolong itu lain kali saja.

Seoul

Seoul. Ya. Di sinilah sekarang aku berada. Tempat yang sudah sejak lama ingin aku kunjungi. Tapi entah kenapa setelah sampai di sini aku justru merasakan sesuatu yang mengganjal di hatiku. Apa karena ini adalah kota tempat tinggalmu?

Nonton TV itu (Sudah Tidak) Menyenangkan

Televisi atau TV adalah salah satu benda yang tidak pernah terpisahkan dari hidup saya sejak saya berumur 5 tahun. Saat itu saya belum punya TV sendiri, jadi saya bela-belain pergi ke rumah tetangga buat nonton acara favorit. Acara kesukaan saya waktu itu adalah sebuah drama Mandarin yang cukup tenar kala itu, tapi jujur saja saya lupa judulnya apa dan pemainnya siapa saja. (lah kepriben sih, katanya acara favorit, tapi lupa..) Sampai sekarang pun saya hobi menonton TV. Dan sepertinya bukan cuma saya, tapi anda juga pasti suka menonton TV, atau minimal pernah menonton TV lah. Benar kan? Sayangnya, menurut saya, menonton TV saat ini sudah bukan kegiatan yang cukup menyenangkan lagi.berikut ini saya jelaskan kenapa.
  1. Banyak Acara TV yang Lebay
Saat ini banyak sekali tayangan di TV yang benar-benar lebay dan minim unsur edukasi. Contohnya….
  1. Sinetron
Jaman sekarang jarang sekali menemukan sinetron yang cuma tayang seminggu sekali (padahal menurut saya itu justru yang bikin penasaran dan jadi dinanti-nanti penonton). Sekarang ini sinetron-sinetron ditayangkan secara stripping. Dari Senin ketemu Senin lagi. Benar-benar membosankan. Apalagi jalan ceritanya itu-itu saja. Seputar percintaan, perebutan harta, pertikaian, dan persaingan. Bahkan yang berlabel sinetron religi dengan menampilkan karakter-karakter yang berpakaian Islami pun tidak jauh beda. Bahkan jauh lebih miris karena temanya religi tapi kok isinya hampir sama seperti sinetron-sinetron reguler lainnya. Yang lebih mencengangkan, beberapa sinetron bahkan ditayangkan hingga 3-4 jam atau bahkan lebih. Padahal sinetron itu sinetron striping. Anehnya, justru sinetron-sinetron seperti itu yang dapat awards. Ckckck… heran saya. Makanya sekarang ini saya jadi rada males nonton sinetron.
Saya kangen dengan sinetron yang tayangnya tidak setiap hari, dengan jalan cerita yang bagus, dan dibintangi artis-artis bermutu seperti Keluarga Cemara. Ayo dong pak produser dan sutradara, be creative! Buat sinetron-sinetron yang berkualitas. Jangan cuma mengejar materi dan rating semata,
  1. Acara musik
Saya suka musik dan sering mendengarkan lagu-lagu favorit, juga menonton videonya di televisi. Sayangnya acara-acara musik saat ini lebih seperti lawakan (yang sebenarnya jayus dan garing) yang diselingi musik. Tak jarang pembawa acaranya jadi pelawak dadakan yang melontarkan lawakan-lawakan yang kurang OK dan tak jarang menyinggung perasaan orang lain. Ditambah lagi dengan kemunculan penonton-penonton yang bergaya alay kucek-jemur dan ber-yeyeye-lalala di dalam studio. Saya kadang heran dan bertanya-tanya, acara musik itu kan ditayangkan pada jam sekolah, apa penonton-penonton yang sebagian besar remaja usia sekolah itu tidak berangkat ke sekolah?
  1. Gosip/infotainment
Pagi-siang-sore selalu saja ada acara infotainment. Itu sudah cukup menyebalkan, tapi ternyata belum berhenti sampai di situ. Beberapa acara infotainment membayar presenter dengan gaya yang teramat sangat dramatis dalam membawakan berita selebriti, bahkan cenderung seperti sedang membawakan acara horror. Padahal beritanya kadang hanya selebritis yang mau memamerkan isi mobilnya atau lemarinya. Please deh, sebegitu pentingnya kah berita-berita macam itu?
  1. Menjamurnya FTV-FTV
FTV kadang bagus karena menampilkan kebudayaan lokal dengan syuting di Solo, Jogja, Garut, lengkap dengan penggunaan dialek tradisionalnya. (tapi kok jarang ya yang ngambil lokasi syuting di Kalimantan, Sulawesi, atau Papua? Hm…) Namun akhir ceritanya mudah sekali ditebak. Nyaris tidak ada unsur kejutan di bagian akhir FTV. Apalagi temanya kebanyakan hanya percintaan saja. Jarang yang inspiratif, atau minimal bertema persahabatan yang tidak ada romance-nya lah. Plus banyak juga cerita yang kurang real dan bisa dibilang lebih mirip dongeng. Tukang dodol bisa jadian dengan direktur, pembantu yang bisa pacaran dengan majikannya, peternak kambing yang bisa bersanding dengan gadis cantik nan kaya dari kota besar dan ending-ending semacam kisah Cinderella lainnya. So sweet ya. Padahal dunia ini tidak seindah cerita FTV, bro!

  1. Banyak Bermunculan Artis Alay
Hal berikutnya yang bikin acara nonton TV jadi kurang menarik adalah karena banyaknya artis alay. Saya bilang alay karena beberapa selebritis dan juga artis (itu pun kalau mereka pantas di bilang artis) tak ubahnya hanya sekelompok orang yang berlomba-lomba mencari dan menciptakan sensasi demi mendongkrak ketenaran di jagad hiburan. Saya benar-benar jengah dengan orang-orang yang bermunculan di TV yang bersensasi seperti menciptakan gaya rambut aneh entah itu jambul, bulu mata, poni, whatever, juga menciptakan kata-kata alay yang cetar membahana dan sesuatu banget. Halo?! Tolong dong, kalau ingin terkenal, jangan cari sensasi dengan cara seperti itu. Lakukan saja dengan menunjukkan prestasi, ketenaran pun bakal mengikuti.

  1. Kurangnya Tayangan Untuk Anak-Anak
Saya bersyukur menjadi generasi yang sempat menikmati cukup banyak acara anak-anak. Dulu, hampir semua stasiun TV mempunyai tayangan yang khusus untuk anak-anak. Jaman sekarang susah menemukan acara-acara untuk anak-anak yang konten-nya memang pas untuk mereka. Kebanyakan sekarang yang ada adalah sinetron-sinetron dan FTV-FTV yang berlabel R dan BO, tapi juga dikonsumsi anak-anak. Memprihatinkan. Untungnya masih ada beberapa acara di stasiun TV tertentu yang layak dinikmati oleh anak-anak.

Well, yang ada di atas tadi hanyalah pendapat saya pribadi. Anda boleh setuju, boleh juga tidak. Dan pastinya tulisan ini bukan untuk menyinggung siapa-siapa, hanya untuk menumpahkan unek-unek dan keprihatinan saya saja. Anyway, yang jelas, bagi saya sih, menonton TV di jaman sekarang tidak semenarik dulu lagi. Pengennya berlangganan TV berbayar, tapi apa daya, isi kantong tak memenuhi syarat. Jadi saya tetap menyalurkan hobi saya menonton TV dengan hanya menonton tayangan-tayangan yang pas di hati saja.