Hobi saya
adalah menonton TV, dan acara yang sering saya tonton adalah
sinetron. Saya termasuk orang yang suka banget nonton sinetron. Tapi
itu dulu. Sekarang, saya sudah males nonton sinetron. Menurut saya
sih sinetron sudah tidak menarik lagi buat ditonton. Ini dia
alasannya.
- Ditayangkan Striping
Jaman
sekarang, hampir tidak ada sinetron yang hanya ditayangkan seminggu
sekali. Kebanyakan ditayangkan full tujuh hari dalam seminggu, atau
paling sedikit lima hari seminggu. It’s really boring! Membosankan!
Setiap hari disuguhi pemain-pemain yang itu-itu saja dengan cerita
yang begitu-begitu saja. Yang lebih parah, sudah striping, ada pula
sinetron yang durasinya hingga berjam-jam. Sekali tayang, durasinya
bisa dua, tiga, bahkan empat jam. Ckckck… Benar-benar
bikin jenuh. Beda dari sinetron-sinetron jaman dulu yang kebanyakan
ditayangkan seminggu sekali dengan durasi tidak lebih dari satu jam.
- Rating Nomor Satu, yang Lain Nomor Sekian
Saya
pernah menjumpai beberapa sinetron yang penayangannya tidak jelas.
Saya bilang tidak jelas karena sinetron-sinetron itu berumur sangat
pendek karena di-cut begitu saja penayangannya tanpa ada ending-nya.
Ada juga yang dipaksakan selesai dengan ending yang ngambang dan ala
kadarnya. Tragisnya lagi, ada sinetron yang sudah diiklankan bakal
ditayangkan (dengan embel-embel kata “segera” tentunya) tapi
sinetronnya sama sekali tidak pernah muncul sampai sekarang. Ini
sebenarnya produser niat engga sih bikin sinetron?? Di sisi lain
beberapa sinetron ditayangkan dengan episode yang super banyak dan
panjang. Tidak mengherankan jika lama-kelamaan jalan cerita sinetron
yang kayak kereta ini kemudian melenceng dari jalurnya dan tidak
relevan lagi dengan judulnya.
Ya,
begitulah kalau produser sudah diatur oleh pasar dan rating. Apapun
dilakukan untuk mengeruk untung sebanyak-banyaknya. Tidak peduli
dengan perasaan penonton yang ingin tahu bagaimana ending sinetron
yang di-cut itu dan tidak peduli lagi dengan isi cerita yang
ngalor-ngidul tidak jelas alurnya mau bagaimana dan jumlah episodenya
mau berapa. Jadi bisa saya simpulkan begini: sinetron bisa
ditayangkan selama rating masih tinggi dan iklan masih banyak
mengalir.
- Isi Cerita yang Kurang Menarik dan Mendidik
Cerita
sinetron jaman sekarang cenderung datar dengan ending yang mudah
ditebak (itu pun kalau sinetron itu kebagian dibuatkan ending).
Jarang sekali muncul sinetron dengan twisted ending, dengan akhir
cerita yang mengejutkan dan tidak diperkirakan sebelumnya oleh para
penonton. Temanya pun masih itu-itu saja: percintaan, rebutan pacar
atau harta, penindasan, dan pertikaian dua pihak. Ada juga yang
temanya religi, tapi isinya tidak jauh-jauh beda dari sinetron
bertema lain (katanya sudah naik haji berkali-kali, tapi kelakuannya
masyaallah..). Karakter tokohnya juga begitu-begitu saja. Yang
antagonis jahat dan liciknya ga ketulungan, sedangkan yang protagonis
sabar(dan lemah)nya juga hebat banget. Model-model yang beginian
memang disukai pemirsa kita. Dan otomatis, jika pemirsa suka, rating
pasti akan ikut terdongkrak naik. Ya, ini memang masih ada
hubungannya dengan rating. Soalnya mungkin memang cuma itu saja yang
ada di benak produser sinetron.
- Keanehan pada Wardrobe dan Setting
Wardrobe
Saya
menjumpai keanehan dalam penggunaan kostum di beberapa sinetron,
terutama sinetron laga kolosal. Contohnya saja ada pendekar wanita
dari daratan Sunda yang memakai baju kimono. Halo? Masa orang Sunda
pake kimono? Ada juga pendekar dari Cina yang memakai cheongsam di
bagian dalam, tapi memakai luaran (lagi-lagi) kimono plus membawa
katana juga. Pak-bu tukang wardrobe, itu pendekar dari Cina, bukan
Jepang.
Setting
Produser
sepertinya tidak mau keluar banyak uang untuk shooting di lokasi yang
berbeda untuk setiap bagian di sinetronnya. Banyak yang lokasinya
ubek-ubek di satu lokasi shooting saja. Contohnya untuk adegan di
rumah sakit tidak benar-benar mengambil gambar di rumah sakit, tapi
tinggal memakai rumah biasa saja dengan menambahkan kursi tunggu dan
dindingnya di tempeli tulisan yang berbau-bau rumah sakit. Jika butuh
restoran, maka rumah tadi tinggal didekorasi ulang dengan diberi
sejumlah kursi dan meja plus beberapa figuran yang sedang menikmati
hidangan dan entah ngobrol apa di beberapa tempat. Rumah tadi bisa
juga disulap menjadi toko buku, supermarket, dan lain-lainnya.
Benar-benar menerapkan prinsip ekonomi ya. Untuk sinetron laga kadang
lebih aneh lagi, katanya keraton Jawa, tapi setting-annya kayak
istana jaman Romawi plus air mancur dan juga patung-patung cupid dan
lain sebagainya yang bergaya Eropa. Haduh, haduh.
- Potong-tempel
Kadang
saat seorang pemain sinetron tidak bisa melakukan take bersama lawan
mainnya, hal ini disiasati dengan cara setiap pemain melakukan take
dan dialog bagiannya sendiri-sendiri lalu kemudian ditayangkan
seolah-olah mereka memang take secara bersamaan. Please deh! Ketahuan
banget. Pemain-pemain yang take sendiri-sendiri itu tidak ditayangkan
satu frame. Bahkan kadang latar waktunya jelas-jelas berbeda. Yang
satunya malam hari, yang satunya lagi siang hari, tapi diceritakan
seolah-olah mereka ada di tempat dan waktu yang sama. Ckckck…
maksanya luar biasa.
Hal-hal
di atas tadi lah yang membuat saya sudah tidak antusias lagi untuk
menonton yang namanya sinetron. Kadang-kadang masih nonton juga sih,
tapi itu karena saya mengalah pada orang rumah yang pada pengen
nonton sinetron. Kalau boleh sih, saya ingin sinetron-sinetron yang
tidak bermanfaat di stasiun-stasiun TV di negeri ini dihentikan saja
penayangannya. Tapi itu sepertinya tidak mungkin ya, karena orang
yang tidak suka sinetron seperti saya ini sepertinya cuma kaum
minoritas.